BUDAYA MELAYAT DI SURAKARTA

Setiap rumah tangga selalu mengalami suasana bahagia maupun duka .  Untuk perhelatan peristiwa perkawinan, kelulusan wisuda, kelahiran anak, ulang tahun, naik jabatan dan sebagainya, selalu diekspresikan dengan senyuman. Seluruh keluarga dan teman diajak untuk menikmati suasana bahagia tersebut dengan nuansa nilai kesantunan yang tinggi. Derai tawa dan ciuman selamat mengalir tiada henti. Bahkan suasana bahagia juga mempengaruhi lingkungan. Misal dengan menikmati lantunan suara penyanyi yang disewa dalam acara tersebut. Terkadang makanan juga dikirimkan kepada orang-orang yang kurang mampu di lingkungan sekitar. Sehingga semua pihak dapat merasakan kebahagiaan tesebut.

            Namun ..….. bagaimana bila seseorang sedang mengalami peristiwa duka ? Kematian, menderita sakit atau terlibat masalah hukum  ?  Apakah juga menjumpai suasana yang santun ? Barangkali peristiwa sakit atau terlibat peristiwa kriminal,  hanya diselesaikan dalam lingkup keluarga. Karena berkaitan dengan biaya dan proses hukum. Tapi….khusus untuk peristiwa kematian, ekspresi kemarahan dan kekecewaan, telah mempengaruhi lingkungan secara over acting. Beberapa tahun terakhir, berdasarkan pada pendapat seseorang di koran dan pengalaman pribadi, ternyata masyarakat mengalami trauma kengerian berkaitan dengan iringan jenazah yang melewati jalan raya. Kengerian ????? Para pengiring jenazah, sering kali menguasai ¾  badan jalan raya, sehingga semua motor, mobil dan bis “ harus “ berhenti. Disamping itu, para pengiring jenazah juga terlihat kasar dan ugal-ugalan dalam mengendarai kendaraan.  Situasi tersebut menghebohkan dan mencemaskan bagi pengguna jalan yang lain. Seolah perilaku para pengiring jenazah ingin mengekspresikan beban kemarahan dan kekecawaan atas peristiwa kematian, yang TIDAK DIPAHAMI oleh masyarakat. Bahkan sering kali, para pengiring jenazah menepikan motor, mobil maupun bis dengan agak kasar. Bendera merah diacung-acungkan tanpa melihat arah, bahkan sering mengenai wajah atau helm orang lain . Juga suara knalpot  kendaraan terdengar sangat memekakan telinga, yang berfungsi untuk “ mengusir “ orang maupun kendaraan yang “ dianggap “ menghalangi  mereka. Marah kepada siapa ??? Kecewa karena apa ??? Tindakan ini secara tidak langsung telah memicu tindak kebrutalan dan kekacauan lalu lintas. Suasana yang terbentuk mirip dengan kampanye-kampanye partai yang akan pilkada atau bahkan suasana awal menjelang tawuran.

            Sebenarnya masyarakat sudah “ terdidik “ untuk bertoleransi dengan kedukaan orang lain. Jadi tindakan over acting sangatlah tidak perlu. Selain menimbulkan suasana yang kacau dan membingungkan, juga sarat akan bahaya. Ekspresi kedukaan berubah menjadi ekspresi kemarahan yang mempengaruhi suasana. Masyarakat menjadi takut, cemas dan kurang bersimpati dengan situasi tersebut. Jadi, perlu disadari, bahwa situasi duka cukup ditunjukkan dengan kesantunan. Sehingga suasana duka mampu ditangkap oleh masyarakat dengan penuh simpati. Ekspresi kesantunan tersebut mampu membangun kesantunan lingkungan pula. Di samping itu, masyarakat sudah cukup dewasa untuk menilai dan menyikapi segala situasi yang terjadi. Membangun rasa simpati jauh lebih penting daripada menimbulkan rasa cemas dan takut.