MENYEBERANG JALAN ( SEKARANG ) , PERJUANGAN ANTARA HIDUP DAN MATI ….???.

Seorang nenek terlihat tertatih-tatih menyeberangi jalan sekunder di salah satu desa di Solo. Setelah jalan sudah terasa sepi, maka sang nenek berusaha untuk menyeberang jalan dengan langkahnya yang kecil dan lemah. Namun tiada lama, sebuah sepeda motor tiba-tiba muncul dengan kecepatan tinggi dan membelah jalan. Nasib naas agaknya menimpa sang nenek. Beliau terserempet , jatuh terkapar dan akhirnya …..setelah dibawa ke rumah sakit selama beberapa minggu….beliau meninggal. Kesulitan serupa juga saya alami, sewaktu saya masih menempuh S2 di UGM, Yogyakarta . Saya membutuhkan waktu 5-10 menit untuk menyeberang di jalan Kaliurang, Malioboro, Gejayan, Janti. Akhirnya saya memiliki kesimpulan bahwa pejalan kaki harus ekstra berhati-hati terhadap berbagai kendaraan yang melintas meskipun sudah berada di atas zebra cross .
Dewasa ini, orang-orang cenderung semakin suka memuaskan diri sendiri daripada mengingat kepentingan orang lain. Seorang pengendara kendaraan dengan kecepatan tinggi, secara emosional dan psikologis akan merasakan perasaan yang ringan dan seolah terlepas dari beban masalah . Tubuh dan perasaan seolah-olah terbang dalam imajinasi. Imajinasi macam apa …………………………………????????? Sehingga peraturan lalu lintas hanya berperan sebatas slogan. Bahkan bila terjadi kecelakaan lalu lintas, banyak yang beranggapan bahwa semua kejadian berpulang pada nasib seseorang. LHO !!!! Kok …. kian parah, ya ?Keruwetan dalam berlalu lintas ini, dari hari ke hari semakin membebani banyak pengguna jalan. Oleh karena itu, saya pernah mencoba menanyakan dalam suatu kuliah Filsafat Ilmu, perihal kejadian tentang perilaku pengendara jalan. Adapun pertanyaan tersebut, antara lain : Bagaimana bila anda mendengar suara sirine tanda kereta api akan lewat ? Bagaimana bila anda melihat lampu Traffic Light akan segera merah ? Bagaimana bila anda melihat ada seorang pejalan kaki akan menyeberang jalan ? Jawaban yang saya peroleh sungguh mencengangkan , yaitu : MEMACU KENDARAAN MENJADI LEBIH CEPAT. Jawaban tersebut diucapkan dengan lugas, ringan dan tanpa beban perasaan bersalah. LHO !!! Mengapa pengendara tidak memperlambat kendaraan ? Mengapa pengendara tidak memberi kesempatan orang lain untuk menyeberang jalan ? Lalu saya menanyakan pula tentang : Bagaimana jika anda mengalami kecelakaan karena memacu kendaraan menjadi lebih cepat ? Jawaban yang saya peroleh juga sangat mengherankan , yaitu : SUDAH NASIB. Jawaban tersebut diucapkan dengan lugas, ringan dan tanpa beban perasaan bersalah Kemana larinya sang hati nurani ? Kemana perginya sang cinta kasih ? Padahal bila terjadi kematian dalam kecelakaan, hal itu pasti akan menyusahkan keluarga. Belum lagi masalah hukum yang harus segera diselesaikan melalui polisi dan biaya santunan. Nah… tapi bagaimana bila akibat dari kecelakaan tersebut, seseoarng menjadi cacat seumur hidup ? Apa yang bisa ditangisi dan disesali ? Waktu tidak pernah bisa kompromi. Para pejalan kaki adalah MANUSIA, bukan RAMBU-RAMBU LALU LINTAS yang bisa dilanggar ( bila tidak ketahuan polisi ) tanpa resiko nyawa . Jadi perlu diwaspadai bahwa telah terjadi bias dalam memandang posisi MANUSIA, KENDARAAN dan RAMBU-RAMBU LALU LINTAS dalam masyarakat. Bukan hanya dalam golongan anak-anak muda tapi juga merambah di kalangan orang tua. LHO !!!!!
Lalu saya mencoba menjelaskan kepada mahasiswa melalui satu nasihat agung yang sangat bermakna yaitu : BERHATI-HATILAH SELALU DALAM SEGALA HAL. BILA DALAM KEHATI-HATIAN TERSEBUT KAMU CELAKA, MAKA BERSYUKURLAH KARENA KAMU SUDAH MELAKUKAN KEHATI-HATIAN. Do you understand, my dear ? Hendaklah kita senantiasa menghargai dan mengisi hidup sebagai karunia terbesar dari Tuhan dan yang hanya datang sekali
Di era sekarang, anak-anak muda memang dikondisikan untuk selalu berKOMPETISI dalam segala bidang. Tetapi batas-batas ranah KOMPETISI harus selalu diperjelas. Karena ranah KOMPETISI dapat mempengaruhi perilaku dan pola pemikiran seseorang. Diantaranya perlu diingatkan melalui berbagai cara bahwa sifat mengalah dengan memberi kesempatan dan ruang kepada orang lain ( misal : untuk menyeberang jalan ) tidaklah menunjukkan kekalahan ataupun kelemahan dari seseorang. Tapi hal itu justru menunjukkan cinta dan kepedulian terhadap keselamatan bersama. Mungkin kita mengalami kehilangan waktu dalam beberapa menit, tetapi akan terasa manis bila waktu yang hilang tersebut dimanfaatkan untuk berbuat baik. Kondisi inipun juga tidak hanya dalam golongan anak-anak muda tapi juga merambah di kalangan orang tua. LHO !!!!! Padahal orang tua selalu diposisikan sebagai teladan bagi anak-anak muda. Atau malahan sudah mulai terbalik ? Sebagai contoh pengalaman nyata, bahwa saya sering kali mendapatkan acungan jempol sebagai tanda terima kasih dari sang pengemudi mobil, bila saya mengalah dan memberi ruang untuk mobil lain yang akan menyeberang jalan. Muncul aliran bahagia dan hangat dalam relung hati saya. Sayapun juga heran, mengapa orang tersebut menunjukkan respon positif ? Ternyata sesuatu yang membanggakan saya adalah MELALUI TINDAKAN SEDERHANA YAITU MENGALAH, TERNYATA SAYA MAMPU MEMBAHAGIAKAN ORANG LAIN. Saya yakin, Tuhan pasti tersenyum di sana. Mengapa kita tidak berlomba untuk membuat Tuhan selalu tersenyum untuk kita ???? Bahagia sekali ………………………………Agaknya memang para orang tua, dosen , guru , harus lebih bekerja keras untuk mengembalikan sifat-sifat dasar manusia yang pasti sudah diajarkan semenjak dini. Karena semakin banyak manusia yang semakin individual dan memaknai kompetisi adalah hidup. Adapun satu pertanyaan penting dan mendasar , yang perlu diingatkan kembali dan dipahami oleh semua pihak adalah APAKAH HIDUP ITU HARUS DIPEROLEH DENGAN BEREBUT ?